Tuesday, May 28, 2019
Jaringan Internet Generasi Kelima/5G
Teknologi 5G menjanjikan skala konektivitas
seluler yang sebelumnya hanya sebatas imajinasi. Sambungan yang super cepat,
kapasitas yang jumbo, dan akses nyaris tanpa waktu tunda membuat para penggila
teknologi tergiur.
Segala
kemampuan tersebut membuat teknologi 5G kerap digadang-gadang sebagai kunci Revolusi
Industri 4.0. Namun meskipun sejumlah pemangku kepentingan
bersemangat menghadirkan 5G di Indonesia, permintaan terhadap teknologi
jaringan generasi kelima ini kurang kuat lantaran minimnya potensi aplikasi (use case) di Tanah Air.
Ketua Umum Masyarakat Telematika Indonesia
(Mastel) Kristiono membahasakan 5G dengan istilah, “nice
to have, but not applicable”. Tanpa permintaan yang kuat, katanya,
keberadaan 5G di Indonesia tidak terlalu menguntungkan karena investasi yang
dikeluarkan operator telekomunikasi tidak sebanding dengan imbal hasilnya.
"Saya
rasa belum ada [demand] karena use case-nya
belum kelihatan," kata Kristiono kepada Bisnis,
belum lama ini.
Menurutnya, sejauh ini di Indonesia 5G baru
dapat mendukung dua kepentingan. Pertama,
menambah kapasitas 4G pada daerah-daerah tertentu yang di luar kemampuan 4G. Kedua, meningkatkan kapasitas fixed wireless.
Di luar
itu, gawai internet of
things (IoT) yang saat ini ini telah hadir di Indonesia
juga belum membutuhkan 5G. Ada pengecualian, misalnya, perangkat IoT yang
membutuhkan kapasitas besar, latensi pendek, dan masif dengan update perangkat yang cepat seperti
untuk sektor pertanian.
Permasalahan adopsi 5G bukan
hanya soal aplikasi. Kristiono juga menyoroti tentang banyaknya generasi
teknologi di Indonesia, seperti 2G, 3G, 4G dan 4,9G. Jumlah tersebut dinilai
terlalu banyak di tengah kondisi spektrum frekuensi yang terbatas.
Di negara lain, umumnya satu generasi dibuang
sehingga frekuensinya bisa dipakai ulang oleh generasi lainnya. Dalam hal ini,
kebanyakan negara membuang 3G karena merupakan teknologi sementara yang bisa
digantikan dengan 4G.
Direktur
Penataan Sumber Daya Ditjen Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika
Kementerian Komunikasi dan Informatika Denny Setiawan mengatakan, hingga saat
ini pemerintah terus mengkaji pemanfaatan 5G.
Dia
berkilah, secara global, negara yang belum siap menerapkan
5G bukan hanya Indonesia. Menurutnya, kemungkinan teknologi 5G
baru dapat dinikmati oleh masyarakat sekitar 1—2 tahun lagi.
“Saya
kira semua negara pun masih mencari, tapi tidak ada yang berhenti, paling tidak
di negara Asean kita jangan ketinggalan,” kata Denny.
Denny mengakui permasalahan 5G bukan hanya soal
permintaan saja, melainkan juga spektrum frekuensi dan ekosistem yang belum
terbentuk. Dari sisi ekosistem, hingga saat ini 5G baru dinikmati oleh konsumen
dan belum masuk ke industrial.
Dari
sisi spektrum frekuensi, Kemenkominfo masih menyiapkan
frekuensi yang akan ditempati 5G. Saat ini, pita frekuensi yang
memungkinkan digunakan untuk 5G adalah 3,5 Ghz dan 2,6
Ghz. Sayangnya kedua frekuensi tersebut telah ditempati.
Penantian Konsumen
Dari
sisi pemanfaatan di masyarakat, Denny merujuk pada hasil riset Ericsson
Consumer Lab 2019 yang menyebut bahwa masyarakat menginginkan kehadiran 5G
karena mereka membutuhkan internet yang cepat.
Sementara
itu, Ericsson menyajikan data yang berbeda. Ericsson menyebutkan, keberadaan
generasi kelima terus ditunggu-tunggu. Ericsson melihat teknologi ini memberi
banyak manfaat seperti efisiensi dan pengalaman baru kepada khalayak.
Jerry Soper, Head Ericsson Indonesia,
mengatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian perusahaannya, konsumen Indonesia
sudah menantikan kehadiran 5G.
Pada
2024 pertumbuhan trafik data mobile diperkirakan bertumbuh lima kali lebih
besar dibandingkan dengan tahun ini. Adapun, sebanyak 25% trafik data
diprediksi berasal dari 5G.
“Lebih
dari setengah pengguna smartphone di
Indonesia akan mengganti operator seluler dalam waktu 6 bulan jika penyedia
layanan selulernya tidak mengaktifkan 5G,” kata Jerry.
Riset
Consumer Lab juga menjabarkan peta jalan pemanfaatan 5G di Indonesia.
Berdasarkan riset, 5G dapat dimanfaatkan untuk mobil otomatis, bioskop yang
menggunakan VR, gim VR, sistem peringatan dini, sensor di perumahan, drone, dan lain-lain.
Jerry
mengklaim bahwa pihaknya adalah perusahaan pertama yang membawa dan
memperkenalkan teknologi 2G, 3G, dan 4G ke Indonesia serta melakukan uji coba
5G. "Dengan 18 kontrak 5G telah diumumkan, kami telah mengirimkan 3 juta
perangkat radio 5G Ready ke pelanggan kami di seluruh dunia," kata Jerry.
Ericsson
memiliki portofolio bagi para penyedia layanan untuk mengaktifkan 5G. Hingga
saat ini, perseroan telah meluncurkan jaringan 5G secara komersial di negara
Amerika Serikat, Australia dan kawasan Eropa serta Asia.
Jerry
menambahkan bagi Indonesia, operator dapat memperoleh manfaat dengan tambahan
pendapatan 30% dari peluang pasar yang mendukung 5G pada 2026.
Tidak
ada yang salah dengan hasil riset Ericsson karena itu gambaran beberapa tahun
ke depan. Namun, perlu dicatat, semua potensi pengaplikasian 5G di Indonesia
perlu didukung oleh iklim, ekosistem, dan regulasi.
Jika
tidak, dikhawatirkan ucapan Kristiono menjadi kenyataan bahwa 5 tahun ke depan
5G hanya ada, tapi minim guna.
Sumber : https://teknologi.bisnis.com/read/20190430/101/917134/apakah-indonesia-sudah-membutuhkan-teknologi-5g
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment