Tuesday, May 28, 2019
Pancasila Sebagai Sistem Filsafat
A. PENGERTIAN FILSAFAT
Secara etimologi, filsafat adalah istilah atau kata yang berasal dari bahasa
Yunani, yaitu philosophia. Kata itu
terdiri dari dua kata yaitu philo, philos,
philein, yang mempunyai
arti cinta/ pecinta/
mencintai dan sophia yang
berarti kebijakan, kearifan,
hikmah, hakikat kebenaran. Jadi secara harafiah istilah filsafat
adalah cinta pada kebijaksanaan atau kebenaran yang hakiki.
Berfilsafat berarti berpikir sedalam-dalamnya (merenung) terhadap sesuatu secara metodik,
sistematik, menyeluruh dan universal untuk mencari
hakikat sesuatu. Dengan kata lain, filsafat adalah ilmu yang paling umum yang mengandung usaha mencari kebijaksanaandan
cinta akan kebijakan.
Kata filsafat untuk pertama kali digunakan oleh Phythagoras (582 – 496 SM).
Dia adalah seorang ahli pikir dan pelopor matematika yang menganggap bahwa intisari dan hakikat dari
semesta ini adalah bilangan. Namun demikian,
banyaknya pengertian filsafat sebagaimana yang diketahui sekarang ini adalah
sebanyak tafsiran para filsuf itu sendiri. Ada tiga hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat yaitu :
1.
Keheranan, sebagian filsuf berpendapat bahwa
adanya kata heran merupakan asal dari filsafat. Rasa heran
itu akan mendorong untuk menyelidiki.
2.
Kesangsian, merupakan sumber utama bagi
pemikiran manusia yang akan menuntun pada kesadaran. Sikap ini sangat
berguna untuk menemukan titik pangkal
yang kemudian tidak disangsikan lagi.
3.
Kesadaran akan
keterbatasan,
manusia mulai berfilsafat jika ia menyadari
bahwa dirinya sangat kecil dan lemah terutama
bila dibandingkan dengan
alam sekelilingnya. Kemudian muncul kesadaran akan keterbatasan bahwa diluar yang terbatas pasti ada
sesuatu yang tdak terbatas.
Pada umumnya terdapat
dua pengertian filsafat
yaitu filsafat dalam arti proses dan filsafat dalam arti produk.
Selain itu, ada pengertian lain, yaitu filsafat
sebagai ilmu dan filsafat sebagai pandangan hidup. Disamping itu, dikenal pula filsafat
dalam arti teoritis dan filsafat dalam arti
praktis.
Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk, filsafat sebagai pandangan hidup, dan
filsafat dalam arti praktis. Hal itu berarti
Pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai pedoman dan pegangan
dalam sikap, tingkah laku, dan
perbuatan dalam kehidupan sehari-hari dan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa
Indonesia dimanapun mereka
berada.
1.
Obyek Filsafat
Filsafat merupakan kegiatan pemikiran yang tinggi dan murni (tidak
terikat langsung dengan
suatu obyek), yang mendalam dan daya pikir subyek
manusia dalam memahami segala sesuatu
untuk mencari kebenaran. Berpikir aktif dalam mencari kebenaran adalah potensi dan fungsi
kepribadian manusia. Ajaran filsafat
merupakan hasil pemikiran yang sedalam-dalamnya tentang kesemestaan, secara mendasar (fundamental dan hakiki).
Filsafat sebagai hasil pemikiran pemikir (filsuf) merupakan
suatu ajaran atau sistem nilai, baik
berwujud pandangan hidup (filsafat hidup) maupun sebagai ideologi yang dianut suatu masyarakat atau bangsa dan
negara. Filsafat demikian, telah tumbuh dan berkembang menjadi suatu tata nilai yang melembaga sebagai
suatu paham (isme) seperti kapitalisme, komunisme,
fasisme dan sebagainya yang cukup mempengaruhi
kehidupan bangsa dan negara modern.
Filsafat sebagai kegiatan olah pikir manusia menyelidik obyek yang tidak terbatas yang ditinjau dari dari
sudut isi atau substansinya dapat dibedakan menjadi
:
a.
obyek material filsafat : yaitu obyek
pembahasan filsafat yang mencakup segala
sesuatu baik yang bersifat material kongkrit seperti manusia, alam,
benda, binatang dan lain-lain, maupun sesuatu yang bersifat abstrak spiritual seperti nilai-nilai, ide-ide,
ideologi, moral, pandangan hidup dan lain sebagainya.
b.
obyek formal filsafat : cara memandang seorang
peneliti terhadap objek material tersebut.
Suatu obyek material tertentu dapat ditinjau dari berbagai sudut pandang
yang berbeda. Oleh karena itu, terdapat berbagai macam sudut pandang filsafat yang merupakan cabang-cabang
filsafat. Adapun cabang-cabang filsafat yang
pokok adalah :
a..Metafisika,
yang membahas tentang hal-hal yang bereksistensi di balik fisis yang
meliputi bidang : ontologi (membicarakan teori sifat dasar dan ragam kenyataan), kosmologi (membicarakan
tentang teori umum mengenai proses kenyataan, dan antropologi.
b.
Epistemologi,
adalah pikiran-pikiran dengan hakikat pengetahuan atau kebenaran.
c.
Metodologi, adalah ilmu yang membicarakan
cara/jalan untuk memperoleh pengetahuan.
d.
Logika, ádalah
membicarakan tentang aturan-aturan berpikir agar dapat mengambil
kesimpulan yang benar.
e.
Etika, membicarakan hal-hal yang
berkaitan dengan tingkah laku manusia
tentang baik-buruk
f.
Estetika, membicarakan hal-hal yang
berkaitan dengan hakikat keindahan- kejelekan.
2.
Aliran-Aliran
Filsafat
Aliran-aliran
utama filsafat yang ada sejak dahulu hingga sekarang adalah sebagai berikut :
a.
Aliran
Materialisme, aliran ini mengajarkan bahwa hakikat realitas kesemestaan, termasuk mahluk hidup dan manusia ialah
materi. Semua realitas itu ditentukan
oleh materi (misalnya benda ekonomi, makanan)
dan terikat pada hukum alam,
yaitu hukum sebab-akibat (hukum kausalitas)
yang bersifat objektif.
b.
Aliran
Idealisme/Spiritualisme, aliran ini mengajarkan bahwa ide dan spirit manusia yang menentukan hidup dan pengertian manusia.
Subjek manusia sadar atas realitas
dirinya dan kesemestaan karena ada akal budi
dan kesadaran rohani
manusia yang tidak
sadar atau mati sama sekali
tidak menyadari dirinya apalagi realitas kesemestaan. Jadi hakikat diri dan kenyataan
kesemestaan ialah akal budi (ide dan spirit)
c.
Aliran
Realisme,
aliran ini menggambarkan bahwa kedua aliran diatas
adalah bertentangan, tidak sesuai dengan kenyataan (tidak realistis). Sesungguhnya, realitas
kesemestaan, terutama kehidupan bukanlah benda (materi) semata-mata. Kehidupan seperti
tampak pada tumbuh-tumbuhan, hewan,
dan manusia mereka hidup berkembang biak, kemudian tua dan
akhirnya mati. Pastilah realitas demikian lebih daripada
sekadar materi. Oleh karenanya, realitas
adalah panduan benda
(materi dan jasmaniah) dengan yang non
materi (spiritual, jiwa, dan rohaniah). Khusus pada manusia tampak dalam gejala daya pikir, cipta, dan
budi. Jadi menurut aliran ini, realitas
merupakan sintesis antara jasmaniah-rohaniah, materi dan nonmateri.
B.
PANCASILA SEBAGAI SISTEM FILSAFAT
1.
Pancasila Sebagai Jatidiri Bangsa Indonesia
Kedudukan dan fungsi Pancasila harus dipahami sesuai dengan konteksnya, misalnya Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa Indonesia, sebagai
dasar filsafat negara Republik Indonesia, sebagai ideologi bangsa dan negara
Indonesia. Seluruh kedudukan dan fungsi Pancasila itu bukanlah berdiri
secara sendiri-sendiri namun bilamana dikelompokan maka akan kembali pada dua kedudukan
dan fungsi Pancasila
yaitu sebagai dasar
filsafat negara dan pandangan
hidup bangsa Indonesia.
Pancasila pada hakikatnya adalah sistem nilai (value system) yang merupakan kristalisasi nilai-nilai
luhur kebudayaan bangsa Indonesia sepanjang
sejarah, yang berakar dari unsur-unsur kebudayaan luar yang sesuai sehingga secara keseluruhannya terpadu
menjadi kebudayaan bangsa Indonesia. Hal itu bisa dilihat dari proses terjadinya
Pancasila yaitu melalui suatu proses yang
disebut kausa materialisme karena
nilai-nilai dalam Pancasila sudah ada dan hidup sejak jaman dulu yang tercermin
dalam kehidupan sehari-hari. Pandangan yang diyakini kebenarannya itu
menimbulkan tekad bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkan dalam sikap dan tingkah laku serta perbuatannya. Di sisi lain,
pandangan itu menjadi
motor penggerak bagi tindakan dan perbuatan dalam
mencapai tujuannya. Dari pandangan inilah maka dapat diketahui cita-cita yang ingin dicapai bangsa, gagasan
kejiwaan apa saja yang akan coba diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Satu pertanyaan yang sangat fundamental disadari sepenuhnya oleh para pendiri negara Republik Indonesia adalah :”di atas dasar apakah negara Indonesia didirikan” ketika
mereka bersidang untuk pertama kali di lembaga BPUPKI. Mereka menyadari bahwa makna hidup
bagi bangsa Indonesia harus ditemukan dalam budaya dan peradaban
bangsa Indonesia sendiri yang merupakan
perwujudan dan pengejawantahan nilai-nilai
yang dimiliki, diyakini dan
dihayati kebenarannya oleh masyarakat sepanjang masa dalam sejarah perkembangan dan pertumbuhan
bangsa sejak lahirnya.
Nilai-nilai itu adalah buah hasil pikiran-pikiran dan gagasan-gagasan dasar bangsa Indonesia tentang kehidupan yang dianggap baik. Mereka menciptakan tata nilai yang
mendukung tata kehidupan sosial dan tata kehidupan kerohanian bangsa yang
memberi corak, watak dan ciri masyarakat
dan bangsa Indonesia yang membedakannya dengan masyarakat dan bangsa lainnya. Kenyataan yang demikian itu
merupakan suatu kenyataan objektif yang
merupakan jatidiri bangsa Indonesia.
Jadi nilai-nilai Pancasila itu diungkapkan dan dirumuskan dari sumber
nilai utama yaitu :
a.
nilai-nilai yang bersifat fundamental,
universal, mutlak, dan abadi dari Tuhan Yang Maha Esa yang tercermin dalam
inti kesamaan ajaran- ajaran agama dalam kitab suci
b.
nilai-nilai yang bersifat kolektif nasional
yang merupakan intisari dari nilai-nilai yang luhur budaya masyarkat
(inti kesatuan adat-istiadat yang
baik) yang tersebar di seluruh nusantara.
2.
Rumusan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Sebagai
Suatu Sistem
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan suatu sistem filsafat. Pengertian sistem
adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang
saling berhubungan, saling
bekerjasama untuk satu tujuan tertentu
dan secara keseluruhan
merupakan suatu kesatuan yang utuh. Lazimnya sistem memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a.
suatu kesatuan
bagian-bagian
b.
bagian-bagian tersebut mempunyai fungsi sendiri-sendiri
c.
saling berhubungan dan saling ketergantungan
d.
kesemuanya dimaksudkan untuk mencapai suatu
tujuan bersama (tujuan sistem)
e.
terjadi dalam suatu lingkungan yang kompleks.
Pada hakikatnya setiap
sila Pancasila merupakan
suatu asas sendiri- sendiri, fungsi sendiri-sendiri
namun demikian secara keseluruhan adalah suatu
kesatuan yang sistematis dengan tujuan (bersama) suatu masyarakat yang adil dan
makmur berdasarkan Pancasila.
3.
Susunan Kesatuan Sila-Sila Pancasila Yang
Bersifat Organis
Isi sila-sila Pancasila pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan peradaban, dalam arti, setiap
sila merupakan unsur (bagian yang mutlak) dari kesatuan
Pancasila. Oleh karena itu, Pancasila merupakan suatu kesatuan yang majemuk tunggal, dengan akibat
setiap sila tidak dapat berdiri sendiri-sendiri terlepas dari sila-sila lainnya. Di
samping itu, di antara sila satu dan lainnya
tidak saling bertentangan.
Kesatuan si;a-sila yang bersifat organis tersebut pada hakikatnya secara filisofis bersumber pada hakikat
dasar ontologis manusia
sebagai pendukung dari inti, isi dari sila-sila Pancasila yaitu hakikat manusia ”monopluralis” yang memiliki unsur-unsur
susunan kodrat jasmani-rohani, sifat kodrat individu-mahluk sosial, dan kedudukan kodrat sebagai
pribadi berdiri sendiri-mahluk Tuhan Yang
Maha Esa. Unsur-unsur itu merupakan suatu kesatuan yang bersifat organis
harmonis.
4.
Susunan Kesatuan Yang Bersifat Hirarkhis Dan
Berbentuk Piramidal.
Hirarkhis dan piramidal mempunyai pengertian yang sangat matematis yang digunakan untuk
menggambarkan hubungan sila-sila Pancasila dalam hal urut-urutan luas (kuantiÃtas) dan juga dalam hal isi sifatnya. Susunan
sila-sila Pancasila menunjukkan suatu rangkaian tingkatan luas dan isi
sifatnya dari sila- sila
sebelumnya atau diatasnya.
Dengan demikian, dasar susunan sila-sila Pancasila mempunyai ikatan
yang kuat pada setiap silanya sehingga secara keseluruhan Pancasila merupakan suatu keseluruhan yang bulat. Oleh karena itu, sila pertama
yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa
menjadi basis dari sila-sila Pancasila berikutnya.
Secara ontologis hakikat Pancasila mendasarkan setiap silanya pada landasan,
yaitu : Tuhan, Manusia, Satu, Rakyat, dan Adil. Oleh karena itu, hakikat
itu harus selalu
berkaitan dengan sifat
dan hakikat negara
Indonesia. Dengan demikian maka, sila pertama
adalah sifat dan keadaaan negara
harus sesuai dengan hakikat
Tuhan; sila kedua sifat dan keadaan negara harus sesuai dengan hakikat manusia; sila ketiga sifat dan keadaan
negara harus satu; sila keempat adalah
sifat dan keadaan
negara harus sesuai dengan hakikat rakyat;
dan sila kelima adalah sifat dan keadaan
negara harus sesuai dengan hakikat adil. Contoh rumusan Pancasila yang bersifat hirarkis dan
berbentuk piramidal adalah : sila pertama, Ketuhanan Yang
Maha Esa adalah meliputi dan menjiwai
sila-sila kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan-perwakilan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
5.
Rumusan Hubungan Kesatuan Sila-Sila Pancasila
Yang Saling Mengisi Dan Saling
Mengkualifikasi
Kesatuan sila-sila Pancasila yang majemuk
tunggal, hirarkhis piramidal juga memiliki sifat saling
mengisi dan salng mengkualifikasi. Hal itu dimaksudkan bahwa setiap sila terkandung nilai
keempat sila lainnya, dengan kata lain, dalam setiap sila Pancasila senantiasa
dikualifikasi oleh keempat sila lainnya. Contoh rumusan
kesatuan sila-sila Pancasila yang mengisi dan saling mengkualifikasi adalah sebagai berikut :
sila Ketuhanan Yang Maha Esa adalah berkemanusiaan yang adil dan beradab, berpersatuan
Indonesia, berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan dan berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
C. KESATUAN SILA-SILA PANCASILA SEBAGAI SUATU SISTEM FILSAFAT
Apabila kita bicara tentang filsafat, ada dua hal yang patut diperhatikan, yaitu filsafat sebagai metode
dan filsafat sebagai suatu pandangan, keduanya
sangat berguna untuk memahami Pancasila. Di sisi lain, kesatuan sila-sila Pancasila pada hakikatnya bukanlah
hanya merupakan kesatuan yang bersifat formal logis saja namun juga meliputi
kesatuan dasar ontologis, dasar epistemologi dan dasar aksiologis dari
sila-sila Pancasila.
Filsafat Pancasila adalah refleksi kritis dan rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan
kenyataan budaya bangsa dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertian secara
mendasar dan menyeluruh. Pembahasan filsafat dapat dilakukan
secara deduktif (dengan mencari hakikat Pancasila serta menganalisis dan
menyusunnya secara sistematis menjadi keutuhan
pandangan yang komprehensif dan secara induktif (dengan mengamati gejala-gejala sosial budaya masyarakat,
merefleksikannya dan menarik arti dan makna
yang hakiki dari gejala-gejala itu).
Dengan demikian, filsafat
Pancasila akan
mengungkapkan konsep-konsep kebenaran yang bukan saja ditujukan pada bangsa Indonesia, melainkan bagi manusia pada umumnya.
1.
Aspek Ontologis
Ontologi menurut Runes, adalah
teori tentang adanya keberadaan atau eksistensi. Sementara Aristoteles, menyebutnya sebagai ilmu
yang menyelidiki hakikat sesuatu dan disamakan artinya
dengan metafisika. Jadi ontologi adalah bidang
filsafat yang menyelidiki makna yang ada (eksistensi dan keberadaan),
sumber ada, jenis ada, dan hakikat ada, termasuk ada alam, manusia, metafisika dan kesemestaan atau kosmologi.
Dasar ontologi Pancasila adalah manusia yang memiliki hakikat mutlak monopluralis,
oleh karenanya disebut juga sebagai dasar antropologis. Subyek pendukungnya adalah manusia, yakni : yang berketuhanan, yang berkemanusiaan, yang berpersatuan,
yang berkerakyatan dan yang berkeadilan pada hakikatnya adalah
manusia. Hal yang sama juga berlaku dalam konteks
negara Indonesia, Pancasila adalah filsafat negara dan pendukung pokok negara
adalah rakyat (manusia).
2.
Aspek Epistemologi
Epistemologi adalah bidang/cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode, dan validitas
ilmu pengetahuan. Pengetahuan manusia
sebagai hasil pengalaman dan pemikiran, membentuk budaya. Bagaimana manusia mengetahui bahwa ia tahu
atau mengetahui bahwa sesuatu itu pengetahuan menjadi penyelidikan
epistemologi. Dengan kata lain, adalah bidang/cabang yang menyelidiki makna dan
nilai ilmu pengetahuan, sumbernya, syarat-syarat
dan proses terjadinya ilmu, termasuk semantik, logika, matematika dan teori ilmu.
Pancasila sebagai suatu
sistem filsafat pada hakikatnya adalah
suatu sistem pengetahuan. Dalam kehidupan sehari-hari Pancasila menjadi pedoman
atau dasar bagi bangsa Indonesia dalam memandang realitas alam semesta, manusia, masyarakat, bangsa, dan negara tentang
makna hidup serta sebagai
dasar bagi manusia Indonesia untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi
dalam hidup dan kehidupan. Pancasila dalam pengertian seperti itu telah
menjadi suatu sistem cita-cita atau keyakinan-keyakinan (belief system) sehingga telah menjelma menjadi ideologi (mengandung tiga unsur yaitu :
1. logos (rasionalitas
atau penalaran),
2. pathos (penghayatan), dan
3. ethos (kesusilaan).
3.
Aspek Aksiologi
Aksiologi mempunyai
arti nilai, manfaat,
pikiran dan atau ilmu/teori.
Menurut Brameld, aksiologi adalah cabang
filsafat yang menyelidiki :
a.
tingkah laku moral, yang berwujud etika,
b.
ekspresi etika, yang berwujud estetika atau
seni dan keindahan,
c.
sosio politik yang berwujud ideologi.
Kehidupan manusia sebagai mahluk subyek budaya, pencipta dan penegak
nilai, berarti manusia secara sadar mencari memilih dan melaksanakan (menikmati) nilai. Jadi nilai merupakan fungsi
rohani jasmani manusia. Dengan demikian, aksiologi adalah cabang fisafat
yang menyelidiki makna nilai, sumber
nilai, jenis nilai, tingkatan nilai dan hakikat nilai, termasuk estetika, etika, ketuhanan
dan agama.
Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dikemukakan pula bahwa yang mengandung nilai itu bukan hanya
yang bersifat material saja tetapi juga
sesuatu yang bersifat nonmaterial/rokhaniah. Nilai-nilai material
relatif mudah diukur yaitu dengan
menggunakan indra maupun alat pengukur lainnya, sedangkan nilai rokhaniah alat ukurnya
adalah hati nurani manusia yang
dibantu indra manusia yaitu cipta, rasa, karsa serta keyakinan manusia.
D. NILAI-NILAI PANCASILA MENJADI DASAR DAN ARAH KESEIMBANGAN
ANTARA HAK DAN KEWAJIBAN
Pandangan mengenai hubungan antara manusia dan masyarakat merupakan falsafah kehidupan masyarakat yang memberi
corak dan warna bagi kehidupan masyarakat. Pancasila memandang
bahwa kebahagiaan manusia akan
tercapai jika ditumbuh-kembangkan hubungan yang serasi antara manusia dengan masyarakat serta hubungan
manusia dengan Tuhan Yang Maha Kuasa.
Apabila memahami nilai-nilai dari sila-sila Pancasila akan terkandung beberapa hubungan manusia yang melahirkan keseimbangan antara
hak dan kewajiban antar hubungan tersebut, yaitu sebagai berikut :
1.
Hubungan Vertikal
Adalah hubungan manusia dengan Tuhan Yang Maha Kuasa sebagai penjelmaan dari
nilai-nilai Ketuhanan Yang
Maha Esa. Dalam hubungannya dengan itu, manusia memiliki kewajiban-kewajiban untuk melaksanakan perintah-Nya dan
menjauhkan/menghentikan larangan-Nya, sedangkan hak-hak yang diterima
manusia adalah rahmat
yang tidak terhingga yang diberikan dan pembalasan
amal perbuatan di akhirat nanti.
2.
Hubungan Horisontal
Adalah hubungan manusia dengan sesamanya baik dalam fungsinya sebagai warga masyarakat, warga
bangsa maupun warga negara. Hubungan itu melahirkan hak dan kewajiban yang
seimbang.
3.
Hubungan Alamiah
Adalah hubungan manusia dengan alam sekitar yang meliputi hewan, tumbuh-tumbuhan dan alam dengan
segala kekayaannya. Seluruh alam dengan segala isinya adalah untuk kebutuhan
manusia. Manusia berkewajiban untuk melestarikan karena alam mengalami
penyusutan sedangkan manusia terus bertambah.
Oleh karena itu, memelihara kelestrian alam merupakan kewajiban manusia, sedangkan hak yang diterima manusia dari
alam sudah tidak terhingga banyaknya.
Kesimpulan yang bisa diperoleh dari filsafat Pancasila adalah Pancasila memberikan jawaban
yang mendasar dan menyeluruh atas masalah-masalah
asasi filsafat tentang negara Indonesia.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment